Bookish Indonesia
Media Literatur & Perbukuan

Manusia dan Kerentanan akan Kesepian

Situasi sekarang di mana kita dianjurkan untuk membatasi kontak fisik dengan sesama, wajar saja jika memancing rasa kesepian. Bicara tentang kesepian, aku ingin membahas pembacaanku atas buku Lost Connection karya Johann Hari dan Loneliness karya John Cacioppo tentang rasa kesepian dan penangkalnya. Mengapa kita merasa kesepian dan korelasinya dengan kesendirian.

John Cacioppo adalah professor di bidang neurosains dan biologi psikologi yang mendedikasikan hidupnya untuk meneliti perilaku manusia, di antaranya tentang kesepian yang secara komprehensif dijabarkan dalam bukunya.

Manusia adalah hewan sosial yang berevolusi untuk hidup berkelompok yang bekerjasama menjaga satu sama lain. Itu adalah kualitas pembeda manusia dan spesies lain, manusia mahir berkordinasi dalam tim. Ketika terpisah dari kelompoknya, secara bawah sadar otak kita merespon seperti kita berada dalam bahaya, yang menyebabkan kita mudah stress dan mudah cemas. Jika tidak diatasi, rasa kesepian akut bisa menyebabkan otak kita selalu waspada dan mempengaruhi perilaku kita menjadi defensif.

Masalahnya, kesepian berkepanjangan berpotensi membuat kita merespon perasaan ini dengan cara menjauhkan diri dari bersosialisasi. Kita jadi lebih mudah curiga dan tersinggung oleh hal-hal yang sebenarnya tidak ditujukan untuk menyerang kita. Kita juga menjadi lebih takut terhadap orang asing. Kita menjadi menutup diri akan hal yang justru sedang sangat kita butuhkan.

Mengapa kita merasa kesepian? Menurut Cacioppo, terdapat 3 akar faktor penyebab kesepian muncul. Pertama, penyebab biologis, masing-masing orang memiliki tingkat kerentanan mudah merasa kesepian yang berbeda-beda. Kedua, kemampuan individu dalam meregulasi perasaan terasing. Ketiga, Representasi mental seseorang dan ekspektasi dari orang lain. Kombinasi dari faktor-faktor ini mempengaruhi level stress, respon imun, dan siklus perilaku mengalahkan diri (self-defeating behaviour). Maka dari itu, perasaan kesepian bisa dihadapi secara efektif dengan mengenali dan memahami perasaan diri, kemudian merekonstruksi apa yang kita pikirkan tentang permasalahan sosial yang sedang kita alami.

Adapun perlu diperhatikan bahwa kesepian tidak sama dengan kesendirian. Johann Hari menjelaskan dalam buku Lost Connection, bahwa perasaan kesepian itu bukan karena tidak adanya orang lain, tetapi karena tidak ada orang yang bisa kita ajak berbagi hal-hal yang penting untuk kita. Pernah tidak kita merasa ada banyak hal yang ingin kita sampaikan, tapi tidak ada orang yang dirasa akan mengerti? Meskipun dikelilingi banyak orang, kalau kita tidak memiliki seseorang untuk berbagi, kita akan tetap merasa kesepian.

Ada konsep nilai-nilai modern yang sering kita dengar di sosial media, tentang self-love dan kemandirian yang individualis, nilai yang mengajarkan kita bahwa tidak ada yang bisa menolong kita kecuali kita sendiri. Nilai ini menyalahpahami insting dasar manusia, Ketimbang menjadi penyendiri yang mandiri, kita sebaiknya tumbuh menjadi seseorang yang bisa diandalkan orang lain.

Suatu perasaan kesepian berkepanjangan akan memicu rasa kesepian yang lebih besar. Semakin merasa kesepian, otak kita merasa kita ada dalam bahaya dan memengaruhi perilaku kita untuk semakin menarik diri dari pergaulan yang berarti. Penolakan sosial dan perasaan terasing dari pergaulan dapat membuat kita lebih berat lagi dalam membuka diri. Tapi semakin kita menutup diri, semakin kita akan rentan akan kecemasan sosial yang mengakibatkan semakin sulitnya memecah pola perilaku diri. Itu mengapa kita harus memaksa diri untuk memenuhi kebutuhan sosial kita. Jika kesepian sudah terasa sangat menyakitkan sampai muncul simtom-simtom depresi, itu sudah saatnya kita minta bantuan professional.

Ada satu bab di Lost Connection yang membahas tentang pentingnya menyatu dengan alam. Berada jauh dari alam membuat kita lebih rentan merasa kesepian. Kalau kita perhatikan tren hobi-hobi yang muncul setelah pandemi itu termasuk berkebun, memelihara ikan, memelihara kucing/anjing. Secara instingtif, kita tau kita menginginkan bagian dari alam untuk meringankan perasaan stress. Ada contoh cerita di mana orang yang biasa tinggal di pedesaan dan pegunungan dengan alam terbuka dan hidup bertetangga akan merasa stress jika pindah ke apartemen di perkotaan dengan gaya hidup yang individualis.

Kita akan kesulitan mengakui bahwa kita kesepian karena ada stigma di perasaan itu, kita takut dianggap lemah. Padahal rasa kesepian bukan tanda kelemahan, munculnya rasa kesepian adalah pengingat biologis dari tubuh kita bahwa kebutuhan kita sebagai hewan sosial tidak terpenuhi.

Bagaimana memenuhinya? masing-masing kita punya preferensi sendiri, dengan memiliki self-awareness yang baik kita bisa tau cara merepon rasa kesepian dengan lebih akurat. Tapi jika ada satu hal yang bisa berlaku secara universal, kurasa itu adalah menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama orang lain. Di saat aktifitas banyak dibatasi seperti ini, kita bisa melakukan kegiatan virtual bersama orang lain, mungkin main games atau ngobrol-ngobrol di fitur conference call.

Jika kamu sedang merasa kesepian, kenali dan respon perasaan itu, jangan diacuhkan. Jika kamu sedang terpisah dari kelompokmu, aku harap kamu bisa kembali terhubung. Jika kamu belum menemukan kelompokmu, kuharap kamu tetap mencari.

Ditulis oleh: 2

Leave a Reply

Your email address will not be published.